Salah satu masalah NPWP yang
sering menjadi tanda tanya di masyarakat adalah tentang kepemilikan NPWP bagi
wanita kawin atau istri. Pada dasarya satu keluarga cukup satu NPWP, maka istri
ikut NPWP suami. Namun demikian, istri dapat memiliki NPWP sendiri bila hidup
berpisah atau melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan. Istri juga
dapat berNPWP sendiri bila memang berkehendak demikian.
1. Penghitungan Pajak Suami-Istri
Beda NPWP
Ketentuan pasal 8 ayat (2)
Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) mengatur bahwa ketika suami-istri
memilih untuk hidup berpisah berdasarkan putusan hakim, maka penghitungan
Penghasilan Kena Pajak dan pengenaan pajak dilakukan sendiri-sendiri. Sementara
itu, ayat (3) mengatur bahwa jika suami-istri mengadakan perjanjian pemisahan
harta dan penghasilan secara tertulis atau istri ingin melaksanakan sendiri hak
dan kewajibannya maka penghitungan pajaknya berdasarkan penghasilan neto suami
isteri digabung dan besaran pajak yang harus dibayar oleh masing-masing
suami-isteri dihitung secara proporsional. Hal ini berarti jika situasi
tersebut terjadi, yaitu Wajib Pajak memiliki perjanjian tertulis pisah
harta/penghasilan atau istri ingin melaksanakan sendiri hak dan kewajiban
perpajakannya, maka dalam penghitungan pajaknya dilakukan dengan menggabungkan
penghasilan neto suami-istri tersebut untuk kemudian besaran masing-masing
pajak suami-istri tersebut dihitung sesuai perbandingan penghasilan neto
mereka.
Penggabungan penghasilan suami
istri tersebut, memiliki resiko yaitu pengenaan tarif pajak yang lebih besar
atas penghasilan gabungan suami-istri. Secara prinsip, Pajak Penghasilan
bersifat progresif yang berarti bahwa semakin besar penghasilan Wajib Pajak
semakin besar pula tarif pajaknya. Hal tersebut tercermin dalam ketentuan pasal
17 UU PPh yang mengenakan tarif PPh sebesar 5%, 15%, 25% dan 30% untuk lapisan
Penghasilan Kena Pajak tertentu.
Contoh :
Suami-istri yang keduanya bekerja
sebagai karyawan dan tidak memiliki anak. Pada tahun 2018, Sang Suami memiliki
penghasilan netto sebesar Rp. 200.000.000,- dan istrinya memiliki penghasilan
netto setahun Rp. 150.000.000,-. Dalam hal istri memiliki NPWP sendiri dan
ingin melaksanakan sendiri hak dan kewajibannya, maka penghitungan PPh
terutangnya akan digabung sbb. :
Penghasilan Netto Suami
200.000.000
Penghasilan Netto Istri
150.000.000
Total Penghasilan Netto
350.000.000
Penghasilan Tidak Kena Pajak
(K/I/0) 112.500.000 (58.500.000 + 54.000.000)
Penghasilan Kena Pajak
237.500.000
PPh Terutang setahun ( 5% x
50.000.000) 2.500.000
(15% x 187.500.000) 28.125.000
Jumlah PPh gabungan 30.625.000
Jumlah PPh yang ditanggung oleh suami sebesar (200.000.000/350.000.000) x 30.625.000 = Rp 17.500.000,-.
Sedangkan PPh yang ditanggung oleh istri sebesar (150.000.000/
350.000.000) x 30.625.000 = Rp 13.125.000,-
2. Keluarga Sebagai Satu Kesatuan
Ekonomis
Sebenarnya UU PPh telah mengatur
secara jelas bahwa sistem pengenaan pajak Indonesia menempatkan keluarga
sebagai satu kesatuan ekonomis, yang berarti bahwa hanya satu Wajib Pajak yaitu
si suami sebagai kepala keluarga, yang dikenai Pajak Penghasilan. Sebagai
konsekuensi kewajiban perpajakan ada di suami sebagai kepala keluarga, maka
kewajiban ber-NPWP hanya ada pada suami. Oleh karena itu, penghasilan (atau
kerugian) istri atau anak yang belum dewasa dianggap sebagai penghasilan suami
sebagai kepala keluarga yang mewakili kewajiban sebagai Wajib Pajak atas
keluarga tersebut. Hal ini berarti, penghasilan dan kerugian istri atau anak
yang belum dewasa akan dianggap sebagai penghasilan dan kerugian suami,
sehingga dikenai pajak bersama. Akan tetapi, jika penghasilan istri hanya
diperoleh dari satu pemberi kerja dan tidak ada hubungannya dengan usaha atau
pekerjaan bebas suami, maka penghasilan tersebut tidak akan digabung dengan
penghasilan suami dengan catatan penghasilan tersebut telah dipotong pajak
berdasarkan ketentuan PPh Pasal 21 UU PPh oleh pemberi kerja. Mekanisme
pelaporannya dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan dikelompokkan ke dalam
penghasilan yang dikenakan PPh final
dan/atau bersifat final.
a) Penghasilan Netto Suami
200.000.000
Penghasilan Tidak Kena Pajak
(K/0) 58.500.000
Penghasilan Kena Pajak
141.500.000
PPh Terutang setahun (5% x
50.000.000) 2.500.000
(15% x 91.500.000) 13,725,000
Jumlah PPh yang
dibayar oleh Suami 16,225,000
b) Penghasilan Netto Istri
150.000.000
Penghasilan Tidak Kena Pajak
(sendiri) 54.000.000
Penghasilan Kena Pajak 96.000.000
PPh Terutang setahun (5% x
50.000.000) 2.500.000
(15% x 46.000.000) 6.900.000
Jumlah PPh yang
dibayar oleh Istri 9.400.000
Jadi Kesimpulannya : kalau suami istri sebagai karyawan, NPWP
Gabung alternatif bagus. Karena dari sisi pajak lebih kecil. Maka istri tidak
perlu memiliki NPWP dan cukup NPWP Suami, maka dari itu minta permohonan
penghapusan NPWP istri ke kpp terdaftar.
0 Komentar